Alhamdulillah, banyak waktu bersama kelarga dalam satu rumah di masa pandemi covid-19. Hal tersebut disebabkan karena rutinitas bekerja dan sekolah dilaksanakan di dalam rumah. Hal yang sebelumnya, tidak pernah kita bayangkan terjadi seperti kondisi ini, beberapa bulan yang lalu, bulan februari masih aktvitas normal, seperti biasa layaknya. Empat puluh sembilan (49) hari sudah yanng dimulai kebijakan per 6 maret 2020 yang lalu dan diimbau langsung oleh bapak Jokowi presiden RI. Pandemi ini tidak selesai secepat yang kita pikirkan setiap hari selalu bertambah orang yang terinfeksi, meninggal dan daerah penyebaranya. Hari kemarin, Sabtu 2 Mei 2020 di konfirmasi secara nasional bahwa 10.843 yang terinfeksi naik 292 dari hari sebelumnya. Meinggal karena terinfeksi 831 orang. Alhamdulillah yang sembuh selalu ada peningkatan yang signifikan dari hari-hari sebelumnya. Kita mengetahui bahwa tidak semua rutinitas atau aktvitas ekonomi hanya bisa dikerjakan di dalam rumah. Kita sebagai orang tua, sak yeg (seketia) menjadi guru pendamping anak-anak kita di rumah. “Ayah ini bagaimana caranya?”, “Ibu ini bagaimana caranya?”, “Coba tanya bapak ibu guru, besok disekolah”, nah itu dulu. Tetapi sekarang tentu berbeda. Kita setidaknya sebagai orang tua harus ikut belajar, setidaknya mengetahui, bagaimana perkembangan anak kita disekolah, pengetahuanya, keterampilanya, karakternya, hubungan dengan teman-temannya, apa yang dilakukan disekolah selama hari itu. Tidak semua hal itu kita ketahui bukan. “Ada guru, tenang..” “Ada sekolah tenang”, mungkin itu gumam kita. Rumah sekarang sudah menjadi sekolah, karena untuk belajar mengajar. Orang tua jadi guru, anak jadi siswa. Ketauladanan orang tua kepada anak bisa dilakukan setiap hari. Bangun sahur sulit..?, menunggu dibangunkan ibuk atau nenek?. Sang ayah, terbangun untuk sahur jika sudah tercium aroma makanan yang sudah siap saji. Habis sahur tidur lagi. Habis sahur menunggu subuh lalu tidur lagi. Habis sahur, menunggu shubuh, sholat jama’ah dirumah di lanjutkan mengaji besama-sama keluarga, ibu, anak, nenek, kakek dan kakak. Pekerjaan rumah sudah ada daftarnya masing-masing. Jam 7 atau 8 pagi, anak sudah siap belajar mandiri atau berkelompok baik secara online atau berkelompok dengan menjaga aspek jaga jarak (physical distancing- 1 meter kira-kira). Ayah, ibu bisa melanjutkan ke sawah, ke ladang, bekerja online, lalu di lanjutkan pendampingan belajar dengan buah hati.

Tahun kelahiran kita merupakan ukuran dari zaman generasi. Generasi manusia mulai zaman berburu sampai generasi sekarang, generasi serba digital. Generasi ini mengalami perkembangan budaya dalam bermasyarakat. Budaya bekerja, budaya belajar, budaya etika, berkounikasi, orientasi pekerjaan dan lainnya. Ingat film Marimar..?, hehe..film telenovela favorit saya. Film satria baja hitam, mainan meriam dari batang bambu dengan isi karbit bercampur sedikit air, maianan pistol dari ranting bambu dengan isi kertas basah, berburu belut dan yuyu di sawah, pubg mobile atau anak SD zaman now menyampaikan ke mbahnya atau buyutnya “jangan lupa, like, comment, share dan subscribe”, mungkin jawaban mbahnya “opo iku, bocah zaman saiki”, sambil tersenyum memperhatikan cucunya asyik menggunakan gawai nya (gawai adalah bahasa indonesia dari gadget). Untuk membeli buku menunggu jadwal pasara mingguan tiba, karena tidak semua lokasi pasar tiap hari ada. Menunggu datanya koran tiap pagi atau sore atau selalu menunggu berita telivisi untuk update informasi virus corona. Bagi anak-anak zaman milineal ini, tidak perlu atau tidak harus membeli buku pelajaran, karena ia tahu dapat mengakses buku pelajaran gratis yagn namanya buku sekolah elektronik (BSE) tinggal didownoad, dibaca langsung di handphone atau dibagikan sama temenn2 satu grup whatsapp. Bagaimana mendapatkankan BSE tinggal saja ketik di google Buku sekolah Elektronik atau dengan membuka alamat websitenya https://bse.kemdikbud.go.id.

Sekarangpun tidak susah untuk mendapatkan berbagai macam kategori buku dalam negeri dan luar negeri. Bapak/ibu dan adik-adik tinggal membuka https://play.google.com/books untuk mencari buku yang diinginkan. Banyak sekali. Tidak perlu ke toko buku atau ke pasar karena kita bisa saja kecewa, bisa jadi tidak ada stok tersedia. Saya suka membeli buku di https://play.google.com/books karena lengkap, membayar cukup menggunakan gopay dan bisa disimpan di cloud akun gmail. Jadi bisa saya buka dengan perangkat apapaun (laptop/tablet/handphone), dimanapun, kapanpun. Cuma satu, asal ada internet. Bagaimana saya bisa mendapatkan gopay..?, tinggal didownload di playstore dan untuk mengisi saldo bisa dilakukan lewat bank, Indomart atau Alfamart. Kemudahan informasi dari teknologi digital ini membuat generasi Y dan Z cepat tau membeli buku, membeli barang, berjualan produk dan lainnya walaupun ada beberapa yang perlu ada pengawasan orang tua.

Tangal 6-7 Februari 2020 yang lalu saya mendapat tugas untuk mengikut CIO academy salah satu materinya adalah Leadership 4.0 Managing and leading in the Digital Age yang disampaikan oleh Ibu Hasniati Halim. Secara gamplang beliau menjelaskan Generasi-generasi sampai pada era digital ini. Banyak hikmah yang saya dapatkan terutama intropeksi diri sendiri. Ada Generasi yang bernama Traditionalists (Mbah buyut) yaitu rentang kelahiran tahun 1900–1945. Baby boomers (Mbah) rentang kelahiran 1946-1959. Generasi X (orang tua saya) rentang kelahiran 1960-1979. Genrasi Y rentang kelahiran kelahiran antara tahun 1980 sampai 2000. Generasi Z rentang tahun kelahiran 2001-2010 dan Generasi Z yaitu tahun kelahiran 2011 sampai tahun yang belum dipastikan. Tahun berapa kita dilahirkan..?, anak kita?, orang tua kita..?, teman kita..?. hehe.. Jika Buyut kita masih hidup, bisa bertanya masa kelam penjajahan. Bagaimana kerasnya kehidupan dalam masa penjajahan saat itu yang mengambil hak-hak buyut-buyut kita, hasil panen, kesehatan, pendidikan, kenyamanan, keamanan, informasi dan lainnua. Bapak saya bercerita, saat beliau kecil jika ada truk melintas jalan desa dikejar bersama teman-temanya, karena ingin menghirup bau wangi dari asap. Mendapat informasi dari radio yang tidak semua orang punya. Bersekolah berjalan kaki di desa tetangga tanpa sepatu dan tas dari plastik kresek berwarna hitam. Oleh karena itu salah dampak negatif dari fokus pemanfaatan gadget (asyik bermain dan bekerja sendiri) adalah dapat menyakiti perasaan-perarasaan beliau (mbah buyut, mbah dan orang tua) karena saat berkomunikasi tidak menatap muka tapi ternyata ktia lebih suka menatap maya. Alangkah baiknya Generasi X dan Y ini menghargai warisan yang beliau bangun, menghargai pengalaman beliau serta memberi perhatian penuh ketika berkomunikasi,

Tak seorangpun yang memandang wajah orang tuanya dengan tatapan kasih sayang, kecuali Allah mencatatkan amal haji mabrur baginya.

– Al-Hadits

Sahabat-sahabat yang saat ini dalam satu rumah dengan generasi-generasi keluarga kita masing-masing tentu akan lebih memahami. Anak-anak kita lebih suka duduk didalam rumah dengan gadgetnya. Lebih asyik bermain game online daripada game bersama teman-teman sebanyanya di halaman rumah atau di tanah lapang. Kita lebih asyik dengan pekerjaan masing-masing. Gotong-royong dalam keluarga dan masyarakatpun sudah mulai tersisihkan.

Selamat menunaikan ibadah puasa, walaupun beda generasi berbeda budaya, pola kerja, pola asuh tapi sejatinya satu. HATI.

endro.id
3 Mei 2020
Jakarta